SELAMAT DATANG DI WEBSITE I LOVE KABUPATEN PASURUAN May 2014 ~ ilovepasuruan.com

Friday, May 30, 2014

Pelajar SMAN Pandaan Diterima di Kampusnya Jokowi


try out siswaImpiannya untuk dapat menciptakan energi nuklir yang aman bagi manusia, sepertinya akan dapat dicapai oleh Kukuh Dwi Nugroho, pelajar SMAN 1 Pandaan, Pasuruan. Pasalnya, Siswa kelas XII 1PA 3 itu akhirnya diterima di Universitas yang telah meluluskan orang-orang besar dan sukses, salah satunya, calon Presiden RI, Joko Widodo (JOKOWI) yakni Universitas Gajah Mada (UGM) Jogjakarta.  Bedanya, Jika Jokowi dahulu menjadi mahasiswa fakultas Kehutanan  maka Kukuh lebih memilih Fakultas Teknik Nuklir UGM.
Saat ditemui wartabromo di sekolahnya, Jum’at (30/05) pagi. Anak pertama dari pasangan Satoto Pribadi dan Tatik Sukarniningsih itu tak menunjukkan ekpresi wajah layaknya seorang anak yang penuh dengan prestasi. Justru sebaliknya, ia tampak berpenampilan cuek, dan terkesan ramai. Padahal, di sekolahnya sendiri, Kukuh dikenal sebagai bintang kelas sejak duduk di bangku kelas X.
“Dalam Unas tahun ini, nilai yang dicapai oleh kukuh sebenarnya tidak terlalu tinggi, yakni 47,85. Coba saja kalau materi unas itu semuanya isian dan tidak ada yang memilih, maka saya yakin Kukuh akan mendapatkan nilai sempurna, karena banyak hal yang bisa saja mengurangi nilai, entah itu arsiran yang kurang sempurna dan lain-lain,”kata Sulistyorini, Wali Kelas Kukuh saat mendampinginya ketika bertemu wartabromo.
Kukuh sendiri memang gemar mempelajari segala ilmu pengetahuan yang ada kaitannya dengan nuklir dan energi bumi. Khusus untuk nuklir, pelajar berkacamata ini ingin menciptakan sebuah nuklir yang tak lagi membahayakan manusia maupun makhluk hidup lainnya. Resiko yang ditimbulkan oleh nuklir kebanyakan berbahaya bagi kesehatan.
“Nuklir itu sebenarnya banyak sekali manfaatnya, baik untuk pembangkit tenaga listrik dan kegunaan yang lain. Yang paling penting bagaimana menciptakan nuklir yang aman dan tidak berbahaya bagi kita sendiri,” katanya.
Selain ingin menemukan nuklir yang aman, pilihan Kukuh untuk melanjutkan studi di Fakultas Teknik Nuklir UGM Jokjakarta, tak lain hanya ingin merubah pola pikir masyarakat akan nuklir yang identik dengan bom, rudal atau sebuah benda yang gampang meledak.
“Masyarakat selama ini selalu salah persepsi, karena dalam kedokteran sendiri, ada istilah radiologi, dan itu memberikan manfaat banyak bagi dunia kesehatan. Nah, radiologi sendiri kan kaitannya langsung dengan nuklir. Semoga saja saya dapat menemukan racikan atau bahan pembuat nuklir yang aman bagi dunia,” tutur Kukuh.
Di lain pihak, Achmad Zaenal Pribadi, Kepala SMAN 1 Pandaan mengaku bangga dengan lolosnya Kukuh sebagai Mahasiswa UGM Jogjakarta. Menurutnya, jumlah siswa di Kabupaten Pasuruan yang diterima di Universitas besar seperti ITB, UI, ITS maupun UGM sangat sedikit.
“Kalau siswanya kurang pandai atau kemampuannya belum mumpuni, maka susah untuk menembus universitas besar, karena saingannya adalah pelajar dari seluruh Indonesia. Kami berdoa agar Kukuh akan menjadi orang besar di negeri ini,” ucapnya.
Kukuh Dwi Nugroho sendiri dinyatakan lolos melalui Jalur SNMPN (Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri) tahun 2014 melalui sebuah pengumuman di Website Resmi UGM pada tanggal 27 mei lalu. Selamat

Yik Bakar Galau, Prihatin Nasib Mantan Pemain Timna


 Prestasi anak bangsa dalam kancah persepakbolaan Indonesia banyak terukir di dada garuda. Namun, para pemain berprestasi tersebut tak jarang bernasib kurang beruntung bahkan memprihatinkan di penghujung usianya terutama saat mereka mulai gantung sepatu.
Kondisi inilah yang kini bergelayut dibenak Manager Persekabpas Pasuruan, Abu Bakar Assegaf  sejak minggu belakangan ini.
Yik Bakar, panggilan akrabnya, mendesak agar pemerintah tak mengulangi kesalahan masa lalu yang hanya enjoy dengan istilah habis manis sepah dibuang.
Pria yang berkarier mulai dari Assyabaab afiliasi dengan Assyabaab Surabaya pimpinan H. Moh. Barmen tersebut mendesak agar Menteri Pemuda dan Olahraga maupun PSSI mulai serius memperhatikan mantan pemain nasional maupun atlet-atlet berprestasi yang tak beruntung di hari tuanya.
“Kami selaku insan bola menghimbau kepada Menteri Pemuda dan Olahraga serta PSSI, untuk memperhatikan kesejahteraan mantan pemain nasional atau mantan pemain yang pernah mengharumkan nama bangsa, ” ujar pria yang akrab dikenal dengan julukan Yik Bakar ini.
Sebut saja diantaranya Abdul Khamid, Totok Anjik, Hambali serta banyak lagi yang lainnya. Kebanyakan pemain bola yang pernah bergabung dan berseragam merah putih, hidupnya saat ini kurang beruntung. Bahkan salah satu pemain nasional era tahun 1960-1970an dari Pasuruan yakni Sulbi, usai dirinya gantung sepatu dari pemain bola hidupnya sungguh sangat memprihatinkan. Di masa tuanya Sulbi bekerja sebagai penjaga makam di daerah Slagah Kota Pasuruan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dan meninggal dunia pada akhir tahun 2011 lalu.
Pun demikian dengan keberadaan Abdul Khamid yang mempunyai “tendangan gledek” di eranya. Kehidupannya sangat memprihatinkan, padahal saat mudanya dulu sudah sepenuh hati membela dan mengharumkan nama bangsa di dunia olahraga.
“Banyak atlet dari cabang olahraga lainnya yang nasibnya seperti yang dialami oleh Sulbi dan Abdul Khamid. Seharusnya negara melalui Menpora memperhatikan mereka yang sudah berjasa dengan memberikan pekerjaan atau memberi modal usaha untuk mereka,” tegas pria asal Bangil ini

Pesona Candi Jawi Prigen


 Candi Jawi merupakan candi yang dibangun sekitar abad ke-13 dan merupakan peninggalan bersejarah Hindu-Buddha Kerajaan Singhasari yang terletak di kaki Gunung Welirang, tepatnya di Desa Candi Wates, Kecamatan Prigen, Pasuruan, Jawa Timur.
Konon, Candi Jawi diduga sebagai tempat pemujaan atau tempat peribadatan , namun sebenarnya merupakan tempat pedharmaan atau penyimpanan abu dari raja terakhir Singasari, Kertanegara.
Candi Jawi berdiri di atas lahan seluas 40 x 60 meter persegi dan dikelilingi oleh pagar bata setinggi 2 meter. Bangunan candi dikelilingi oleh parit yang banyak dihiasi oleh bunga teratai. Bentuk candi berkaki Siwa dan berpundak Buddha dengan ketinggian sekitar 24,5 meter dengan panjang 14,2 m serta lebar 9,5 m.
Bentuknya yang tinggi ramping seperti Candi Prambanan di Jawa Tengah dengan atap yang merupakan perpaduan antara stupa dan kubus bersusun atau meruncing pada puncaknya.
Raja Kertanegara sengaja membangun candi Jawi jauh dari pusat kerajaan Singasari diduga lantaran di kawasan ini dahulu banyak pengikut ajaran Siwa-Buddha yang sangat kuat serta rakyat yang sangat setia.
Candi Jawi terbilang sangat unik dengan adanya relief di dindingnya. Sayangnya, relief ini hingga saat ini belum bisa dibaca. Pahatannya yang terlalu tipis serta kurangnya informasi pendukung membuatnya sulit untuk diterjemahkan.
Candi Jawi sendiri dipugar untuk kedua kali pada tahun 1938-1941  pada masa pemerintahan Hindia Belanda karena runtuh. Perbaikannya dilakukan kembali tahun 1975-1980 dan diresmikan tahun 1982. Sayang, arca-arca peninggalan yang ada di Candi Jawi kini telah hilang lantaran telah dipindahkan ke Museum dan sebagian ke tempat-tempat komersial.
Untuk mencapai lokasi candi yang berlokasi di desa Candi Wates Kecamatan Prigen ini. Kita harus berkendara sekitar 40 menit dari Surabaya.
Bagi anda yang naik bus dari arah Surabaya maupun Malang dan ingin berkunjung ke candi ini, anda bisa  turun di Terminal Pandaan lalu naik angkutan Jurusan Tretes atau Trawas kemudian turun di depan Komplek Candi Jawi.
Untuk melestarikannya, pada setiap malam bulan purnama, di komplek candi jawi diadakan Pentas Seni Bulan Purnama yang mempertunjukan seni tari tentang kisah Legenda asal muasal Candi Jawi.
Dalam tarian tersebut, diceritakan tentang seorang Puteri Bali yang sangat cantik. Namun karena kecantikannya ia terpaksa kabur dan tinggal menetap di jawa. Pasalnya, banyak raja-raja yang berkeinginan untuk mempersuntingnya sebagai permaisuri.

Melewati Pasar Setan Menaklukkan Ogal-Agil (Edisi Lereng Arjuna/Habis)


 Tak puas rasanya jika kita belum menuntaskan perjalanan mendaki puncak arjuno dan menyibak segala rahasia kemistikannya. Keheningan petilasan Eyang Suktrem, Abiyasa dan Eyang Sakri terasa lengkap jika kaki kita kembali melangkah menuju petilasan Eyang Semar. Petilasan paling angker yang ada di lereng Arjuno.
Untuk mencapainya, dibutuhkan jarak tempuh sekitar 1 jam 15 menit dari petilasan Eyang Sakri.
Menyusuri punggung bukit yang terjal lalu membelah padang alang-alang dan hutan lebat akan mengantarkan kita pada ketinggian 2100 mdpl. Rasa capek akan terbayar ketika kita melihat arca Eyang Semar yang berbalut sarung hitam putih menghadap ke arah terbitnya matahari. Semar dikenal sebagai tokoh pewayangan paling utama dalam pewayangan Jawa dan Sunda. Semar merupakan gambaran perpaduan rakyat kecil sekaligus dewa kahyangan.
Menurut legenda dan cerita dari mulut ke mulut. Lokasi ini merupakan persinggahan Eyang Semar ketika mengantar Wisnu yang akan bertapa di Makutarama. Para pendaki biasanya diwanti-wanti agar tidak menginap atau beristirahat di lokasi ini. Meski di lokasi ini telah dibangun tiga pemondokan dan sebuah aula oleh para peziarah yang sering berkunjung dan bertapa di lokasi ini.
Tak jauh dari lokasi petilasan eyang semar, sekitar 30 menit perjalanan, kita akan sampai di Makutarama yakni tempat yang dipercaya sebagai lokasi pertapaan Wisnu sehingga lokasi ini akrab disebut dengan Wahyu Makutarama. Petilasan ini berupa bangunan dari batu andesit berukuran 7 x 7 meter dan tinggi sekitar 3 meter. Di bangunan batu ini terdapat dua buah Mahkota raja yang saling berdampingan. Konon, batu ini merupakan simbol kebesaran dari raja jaman duhulu.
Para peziarah dan pertapa yang datang ke tempat ini biasanya menempati sebuah pondok yang terbuat dari jerami yang ada di sisi kiri pelataran Makutarama. Tak jauh dari situ, terdapat sebuah sungai dengan batu-batu yang besar yang saat musim kemarau menyisakan genangan di cela batu sehingga disebut ‘Sendang Widodaren’.
Perjalanan berlanjut, setelah puas beristirahat dan melepas penat di Wahyu Makutarama. Kini saatnya melangkah menuju puncak sepilar. Puncaknya laksana altar candi dengan anak tangga dari batu dan arca-arca di sebelah kanan-kiri jalannya. Persis di atas bukit, kita akan menjumpai tiga buah arca pandawa yang masih berdiri tegak di atas batu. Konon, di sinilah tempat moksa para Pandawa. Sayangnya, dua arca lainnya yakni arca nakula dan sadewa telah hilang dicuri orang.patung-raksasa-arjuna
Di Sepilar ini terdapat pula sembilan arca yang menggambarkan raksasa yang sedang mengawal Pandawa sehingga suasana angker dan menyeramkan sangat terasa apalagi pada malam hari. Keangkeran Sepilar bertambah dengan cerita mistis adanya pasar setan atau Pasar Dieng di lokasi ini, seperti halnya di Gunung Lawu atau Gunung Merbabu, Jawa Tengah. Pada malam bulan suro banyak sekali para peziarah terutama aliran kejawen yang berziarah atau bertapa.
Puas merasakan segala aroma mistis di lokasi ini, perjalanan dilanjutkan menuju candi Manunggale suci. Sebuah Candi yang berupa batu yang ditata seperti pondasi yang di atasnya diletakkan marmer bertuliskan huruf jawa dan di bawahnya tertulis Sura Dira Jaya Diningrat Lebur Dining Pangastuti ( Kejahatan pasti kalah oleh kebaikan).
Deru angin dan kabut tipis yang muncul menerpa wajah menambah suasana seram menaiki puncak Arjuna. Butuh waktu sekitar 5 jam dari candi Manunggale suci untuk bisa sampai puncak ogal-agil Arjuna. Terjalnya medan berbatu yang curam membutuhkan tingkat kehati-hatian yang lumayan, apalagi pada malam hari. Sekitar 1 jam kemudian berbelok ke kanan mengikuti alur punggung bukit yang terjal. Nampak jurang dalam yang sangat indah dan Puncak gunung Arjuna sudah kelihatan di depan mata.
Di sekitar puncak gunung dengan ketinggian 3339 mdpl ini banyak terdapat batu-batu besar yang berserakan. Dari atas Puncak Arjuna, kita bisa melihat gunung Welirang yang mengeluarkan asap, ke arah barat laut, tampak gunung penanggungan dan ke arah timur, kita bisa menyaksikan puncak gunung semeru yang menawan dan ke arah selatan tampak gunung Kawi dan gunung Anjasmoro berdiri kokoh.
Seperti di lereng-lerengnya, di puncak gunung Arjuna atau puncak ogal-agil terdapat pula sebuah batu berbentuk singasana atau kursi yang sering dikunjungi para peziarah untuk membakar hio atau dupa. Pada batu tersebut terdapat gambar cakra atau tulisan jawa yang berarti Maha Kuasa. Konon, batu ini dilarang diduduki oleh siapapun jika tidak ingin celaka. Disebut ogal-agil karena batu-batu besar di sini bisa bergerak-gerak atau dalam bahasa jawanya ogal-agil ketika tersapu angin kencang. Namun tenang saja, pasalnya, batu itu tetap berdiri kokoh tidak akan terjatuh ke jurang.

Proyek Umbulan Selesai 2016


Proyek pemanfaatan sumber air Umbulan di Kecamatan Winongan segera dimulai dan beroperasi 2016. Sumber ini akan memenuhi kebutuhan air minum 5 daerah di Jatim.
“Tidak ada anggaran APBD Kabupaten Pasuruan yang dikeluarkan untuk proyek, semunya dari Pemprop. Kita justru mendapat keuntungan yang cukup besar,” kata Bupati Pasuruan M Irsyad Yusuf, Kamis (12/9/2013).
Pemkab Pasuruan dan Pemprop Jatim sudah menandatangani Kesepakatan Bersama (MoU) proyek ini. Pemkab Pasuruan akan menerima keuntungan yang didapatkan dari PDAM dan dari bagi hasil pajak air permukaan sebesar 50%.
“Kita akan terus mengawal MoU tersebut,” tandas Irsyad.
Selain itu, Pemprop Jatim akan melakukan program pipanisasi guna mencukupi kebutuhan air bagi 10 kecamatan yang setiap tahun alami kekeringan, seperti Lumbang, Paserpan, Lekok, Nguling, Rejoso, Kejayan, Winongan, Puspo, Beji dan Gempol.
Menurut Irsyad, Pemkab Pasuruan akan proaktif mengawal MoU tersebut terutama mengenai analisa mengenai dampak lingkungan (amdal) yang meliputi seluruh daerah tangkapan air yang berada di Kecamatan Lumbang, Puspo, Tosari serta Lautan Pasir Gunung Bromo.
Sumber air Umbulan di Desa Umbulan Kecamatan Winongan Kabupaten Pasuraun memiliki debit 5.000 liter/detik. Proyek ini akan memanfaatkan 4.000 liter/detik untuk disalurkan ke 5 daerah di Jatim, yakni Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Kota Pasuruan dan Kabupaten Pasuruan

Tradisi Cuci Karpet di Mata Air Umbulan Jelang Ramadhan


IMG-20130707-WA0004-1
 Menjelang datangnya bulan suci ramadhan, masyarakat Pasuruan memiliki kebiasaan atau tradisi unik yakni mencuci perlengkapan tempat ibadah seperti karpet, sajadah dan tikar di sumber mata air Umbulan, Winongan, Pasuruan, Jawa Timur. Seperti yang terlihat pada saat jelang ramadhan 1434 hijriyah tahun ini, Minggu (7/7/2013). Namun dimungkinkan tradisi tersebut akan segera berakhir setelah direalisasikannya mega proyek umbulan.
Puluhan warga dan pengurus mushollah serta masjid dari berbagai tempat di Pasuruan berdatangan sambil mengendarai mobil seperti pikap dengan membawa perlengkapan mushollah dan masjid masing-masing.
Rata-rata mereka membawa karpet berukuran besar untuk dicuci secara bersama-sama di atas aliran air umbulan yang dikenal bersih dan memiliki debit air yang melimpah tersebut.
“Tradisi mencuci karpet mushalla di sini sudah rutin setiap menjelang bulan Ramadhan,”ujar salah seorang warga yang datang ke umbulan.
Dipilihnya sumber mata air umbulan tersebut lantaran air umbulan dikenal sangat bersih dan jernih serta melimpah. Selain itu juga memiliki tempat yang sangat luas untuk menggelar karpet atau tikar yang panjang.
“Mudah membilas karena aliran airnya cukup cepat,”ujar warga lainnya.
Tradisi cuci karpet jelang ramadhan sendiri juga mendatangkan rejeki tersendiri bagi warga sekitar termasuk tukang parkir, tukang sewa ban pelampung hingga penjual jajanan.
Yang paling menarik adalah saat proses pencucian selesai, biasanya warga menggelar makan bersama dari makanan yang dibawa dari rumah. seperti nasi jagung dengan lauk ikan asin, tempe tahu dan krupuk.
Sayang, tradisi unik menjelang ramadhan tersebut mungkin tak akan lagi dapat kita saksikan tahun-tahun mendatang menyusul akan segera dibangunnya mega proyek umbulan oleh pemprov Jatim. Proyek tersebut bisa jadi akan merubah tradisi tahunan warga tersebut

Sumber Penang, ‘Surga’ Mata Air Wonorejo PASURUAN

sumber penang wonorejo

Wonorejo  Secara umum, telinga dan mata kita pasti sudah tak asing lagi dengan kepopuleran Pemandian Alam Banyubiru, Sumber Tetek maupun Umbulan.
Ketiga nama tersebut memiliki kekuatan yang semua orang tahu, yakni jernih dan besarnya debit airnya yang mengalir setiap saat.
Bagi anda yang hobby traveling ke wisata alam, sebenarnya, ada satu lagi anugerah Tuhan yang dititipkan di Kabupaten Pasuruan sejak ratusan atau bahkan ribuan tahun lalu, yakni Sumber Penang, sebutan untuk mata air jernih yang menjadi kebanggaan masyarakat di sekitar Desa Jatigunting, Kecamatan Wonorejo.
Sumber tersebut jelas memberi banyak manfaat bagi warga sekitar, terutama untuk keperluan hidup sehari-hari.
Sumber Penang sendiri lokasinya memang cukup jauh dari Jalan Raya Wonorejo. Dengan jarak sekitar 4 km, membutuhkan waktu sekitar setengah jam untuk bisa mendekati lokasi yang tersembunyi itu.
Yang membuat perjalanan menjadi lelah tapi kecanduan itu adalah akses jalan yang berbeda dengan tempat-tempat yang lain. Mobil atau kendaraan besar hanya bisa mengantarkan sampai di rumah warga, setelah itu harus berjalan kaki melewati lembah dan tanjakan, hingga jurang yang cukup terjal.
Namun bagi warga sekitar sudah terbiasa dengan kondisi jalan yang curam Itu, terlihat dari sekian banyak warga, khususnya ibu-ibu yang selalu mendatangi sumber tersebut untuk keperluan mandi, mencuci, atau keperluan rumah tangga yang lain.
Sekalipun naik turun jurang, tapi tak sedikitpun terlihat wajah capek, berkeringat, atau bahkan sampai mengambil nafas panjang, setelah meninggalkan lokasi itu.
“Sumber Penang ini adalah surga bagi kami, semoga terus bisa dirasakan sampai anak cucu kami,” ungkap Maimunah (56), salah satu warga Dusun Krajan saat ditemui tim wartawisata.
Jernihnya air dan besarnya debit air di sumber penang ini membuat Maimunah maupun warga Wonorejo, Pasuruan berharap adanya perhatian dari Pemerintah Kabupaten Pasuruan, untuk lebih mengembangkan sumber penang, agar bisa menjadi pilihan berwisata alam di kabupaten pasuruan.

Candi Gunung Gangsir



Candi Gunung Gangsir merupakan salah satu bukti peradaban Pasuruan di masa lalu. Letaknya, di Dusun Kebuncandi Desa Gunung Gangsir Kecamatan Beji Kabupaten Pasuruan Jawa Timur. Pada mulanya candi ini bernama Candi Keboncandi. Tapi masyarakat sekitar Desa lebih mengenal dengan nama Candi Gunung Gangsir. Ini terjadi karena letak candi berada di Desa Gunung Gangsir.
Candi ini berbentuk segi empat bertingkat. Semakin ke atas bangunan candi semakin mengecil. Candi Gunung Gangsir berdiri di atas lahan berukuran 62 x 24 m². Bangunan candi memiliki panjang 20 m dan lebar 17 m. Struktur bangunan terdiri dari susunan batu bata (konon karena di sekitar candi dulunya adalah rawa-rawa). Relief berbentuk burung Gelatik dan beberapa hewan lainnya menghiasi tubuh candi.
Dari literatur yang ada di lokasi, candi ini berfungsi sebagai tugu peringatan atas keberhasilan tanaman pangan masyarakat sekitar di masa lalu. Diperkirakan dibangun pada awal abad 10. Dahulu sebelum mengenal pola bercocok tanam, warga setempat hidup mengembara dengan memakan sebangsa rumput-rumputan tuton.
Legenda menceritakan bahwa suatu ketika persediaan bahan pangan semakin berkurang. Lalu, entah darimana, datanglah seorang perempuan bernama Nyi Sri Gati yang mengajak para pengembara untuk meminta petunjuk kepada Sang Hyang Widi atas kesulitan mereka. Suatu ketika datanglah burung Gelatik dengan membawa benih padi. Lantas, oleh Nyi Sri Gati, padi-padi itu ditanam. Hasil tanaman padi ada yang berbuah padi biasa, ada juga yang berisi batu permata. Sehingga Nyi Sri Gati kaya raya dan dijuluki Mbok Rondo Dermo karena kedermawanannya. Rondo berarti janda dan dermo berarti dermawan (dalam bahasa Jawa).
Kekayaan yang dimiliki Mbok Rondo Dermo tersebut menarik perhatian para pedagang dan pengembara yang ingin menjual batu permata ke daerah lain. Di tengah jalan, mereka menggelapkan barang dagangan milik Mbok Rondo Dermo dengan sebuah perahu. Berkat kekuatan ghaib Nyi Sri Gati perahu tersebut tenggelam serta terpelanting menjadi Gunung Prau yang kini terletak di lereng Gunung Penanggungan (sebelah barat Pasuruan).
Tidak hanya para pedagang, para penjahatpun tertarik untuk memiliki kekayaan Nyi Sri Gati. Banyak sekali yang mencoba merampas/merebut harta kekayaan Nyi Sri Gati, namun semuanya bisa dikalahkan. Nama-nama penjahat itu akhirnya dijadikan nama desa yang ada di sekitar Candi Gunung Gangsir, sebagai contoh: Keboireng, Wonokoyo, Pucang, Sobo, Kesemi, Kedatan dan masih banyak lagi.