
Lumpang Bolong, adalah nama sebuah desa di Kelurahan Dermo yang terletak di sebelah timur Kecamatan Bangil. Dari namanya yang unik, ternyata desa ini menyimpan cerita menarik tentang asal usul penamaannya. Berikut ini kisah lengkapnya.
Konon ceritanya pada tahun 1942, awalnya Lumpang Bolong adalah sebuah desa tanpa nama. Kemudian banyak pendatang dari berbagai macam daerah yang akhirnya menetap di desa tersebut. Terdapatlah di desa itu saudagar kembar dari Madura, sebutlah namanya Sitong dan Sipuk yang hijrah ke kota Bangil. Sitong adalah sosok laki-laki yang tinggi besar dengan ciri khasnya selalu berpakaian putih layaknya kyai, sedangkan Sipuk adalah sosok perempuan yg selalu memakai jarik umumnya pakaian waktu itu. Mereka sangat terkenal dengan kesaktiannya, di samping itu saudara kembar ini juga termasuk tokoh yang disegani warga sekitar karenakedermawanan dan sifat rendah hatinya. Adapun mata pencaharian penduduk desa ini adalah bertani. Awalnya desa ini sangat miskin karena meskipun lahannya luas tetapi hanya ditanami padi saja.Kemudian atas prakarsa Mbah Sanam dan Mbah Rais yang kebetulan pamong desa waktu itu, mereka memperkenalkan bunga sedap malam (kembang sundel) kepada masyarakat setempat. Menurut penuturan Ibu Srimurti (72 tahun) yang saat ini tinggal di desa tersebut, awalnya tanaman itu masih belum subur.Kemudian ada sebuah misteri terjadi di desa itu yang membuat desa Lumpang Bolong akhirnya menjadi subur.
Peristiwa ganjil ini dialami oleh Pak Dolaji, seorang petani biasa dan peternak kambing. Suatu ketika pada tahun 1978 Pak Dolaji dalam tidurnya dan kondisi tidak sadar diri didatangi sosok pria bersurban putih, yang memberi wasiat kepadanya “tolong ambilkan kerisku yang ada di atas pohon Banten dan simpanlah baik-baik agar tanah di Desamu subur dan kamu panjang umur”. Saat terbangun, bergegaslah Pak Dolaji menuju kebun untuk mencari makan kambingnya. Ketika sampai di pohon Banten di dekat rumahnya, dirinya teringat pesan mimpi tadi malam, dilihatnya di atas pohon memang menancap keris dengan ukuran sekitar 10 cm. Diambillah kemudian keris itu dan langsung bergegas pulang. Kebetulan di depan rumah Pak Dolaji tersedia lumpang (alat masak dari batu) yang biasa dipakai untuk membuat Jemblem (makanan dari bahan singkong) untuk dimakan sendiri dan untuk acara tahlilan. Anehnya, lumpang itu tiba-tiba lubang (bolong) dengan sendirinya, lubang itu semakin besar karena sering dipakai untuk menumbuk padi. Hal tersebut diketahui oleh si kembar Sitong dan Sipuk yang selalu melewati rumahnya sewaktu berangkat ke sawah. Sejak kejadian itu maka desa itu menjadi subur. Itulah asal usul nama desa Lumpang Bolong.
Desa Lumpang Bolong yang beralamat di Jln. Manggis No. 10 kelurahan Dermo, disitulah letaknya “Lumpang Bolong” dengan bangunannya yang sederhana dibentuklah gapuro. Diletakkanlah lumpang itu hanya satu namanya yakni lumpang sari. Tak lama kemudian bertambah menjadi dua dan punya anak satu dan nambah dua. Tetapi saat ini banyak yang tidak bertanggung jawab karena dengan seenaknya lumpang yang kecil dicuri dan dipakai untuk pesugihan atau kekayaan. Pernah ada seorang dari desa Gombyok (tetangga desa Lumpang Bolong) yang bernama Tohir berusaha mencuri batu tanpa sepengetahuan H. Sukir (52 tahun) sebagai juru kunci. Membawa dengan cara paksa maka terjadilah celaka (tidak bisa jalan). Bukan kekayaan yang didapat malah celaka. Selain pencurian lumpang, keris Pak Dolaji juga diincar oleh orang yang serakah, dan terjadilah musibah. Kemistisan lain dari desa ini adalah setiap ada anak yang melempar batu maka bibirnya menjadi perot, dan jika ada anak perempuan duduk di lumpang maka datangnya bulan tidak bisa berhenti sampai 25 hari.
Pak Dolaji meninggal ketika kerisnya dicuri dan desa Lumpang Bolong menjadi desa yng tidak subur dan makmur lagi. Sejak kejadian itu, batu yang awalnya hilang dibawa kembali ke Madura kepada Bpk. H. Sukir dan diminta untuk mengadakan barikan ataupun tahlilan supaya tidak ada kejadian aneh lagi. Kejadian-kejadian aneh tersebut berakhir sekitar tahun 1965. Dan desa Lumpang Bolong sekarang sudah tidak keramat lagi, masyarakatnya pun makmur kembali. Sampai saat ini banyak juga pengunjung dari daerah Blitar maupun Surabaya ketika malam jumat legi berkunjung untuk melihat keramatnya desa Lumpang Bolong. Waallahu a’lam bishshawab
1 comments:
Post a Comment